Kamis, 25 Mei 2017

Contoh Cerpen Bandung Lautan Api





Tugas Bahasa Indonesia


Cerpen




Oleh




Hilma Yunis


Kelas XII MIPA 1






SMA N 2 Padang Panjang


Tahun Ajaran 2015/2016












Bandung Lautan Api



Hawa syahdu di pagi itu mengiringi langkahku setelah menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim yang taat pada agama. Entah sesuatu apa yang terlintas di pikiranku, mataku tertuju pada sosok yang tak asing lagi dalam hidupku. Dialah abangku, raut wajahnya mengingatkanku akan kehangatan kasih seorang ayah. Dengan tatapan yang hangat dia tersenyum padaku.

“kamu sudah shalat dek ? “ tanyanya dengan suara yang sudah berat.

“sudah, baru saja. Abang udah shalat ? “ tanyaku . Dengan nada yang lembut abangku menjawab , “sudah  dek “.

Aku dan Bang Thoha hanya tinggal berdua di rumah sederhana kami, tampak sepi dan hambar tanpa kehadiran orang tua yang kami sayangi. Kedua orang tua kami sudah meninggal sejak kami masih kecil. Saat itu, Bang Thoha berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga dan melindungiku seperti yang diamanahkan kedua orang tua kami padanya.

Meski hambar tanpa kehadiran seorang ibu dan ayah, aku berusaha keras untuk menjadi pengganti ibu sekaligus ayah yang baik untukku adiknya. Lamunanku sempat terhenti ketika Bang Thoha memanggilku untuk datang ke meja makan. Akhir- akhir ini aku sering melamun, mengingat kejadian masa lalu yang seharusnya sudah pergi menjauh.

Di meja makan, makanan hangat telah tersedia. Aku dan Bang Thoha menikmati makanan tersebut walaupun seadanya. Di tengah keheningan, aku memulai pembicaraan, “Fatma, kakak mendapat surat pemberitahuan untuk merebut senjata dari pihak Jepang. “ sambil menyodorkan sebuah surat pada adikku.

Mendengar apa yang barusan dikatakan Bang Thoha , aku tak kuasa menahan bulir- bulir air itu keluar dari kelopak mataku. Angin terasa berhenti berhembus, mulutku terkunci rapat tak bisa mengucapkan apa- apa. Entah kenapa aku menangis, apa yang salah dengan perkataan Bang Thoha, dia adalah seorang pejuang. Tapi, perasaanku mengatakan untuk melarang Bang Thoha pergi. Aku merasa abangku ini akan pergi jauh dariku.

“ Fatma, dek, kamu nggak apa- apa kan ? ”, tanya kakakku

“ abang tidak usah pergi bertempur, lebih baik kita meninggalkan kota Bandung saja. “ jelasku kepada Bang Thoha. “ kenapa dek, biasanya kamu nggak seperti ini “ tanya kakakku lagi. Dia seolah tak percaya dengan apa yang kukatakan barusan.  Memang, baru kali ini aku melarang kakakku, biasanya apapun yang dikatakannya aku selalu mendukungnya dari belakang.

Dengan raut muka yang cemas aku menjawab “ aku takut abang tak kembali lagi ke rumah kita ini. Cukup aku kehilangan ibu dan ayah saja bang, aku tak ingin kehilangan abang. “

Setelah lama terdiam dalam kata, Bang Thoha mulai bicara, “ Dek, kakak tau kamu cemas, tapi ini adalah tugas yang diamanahkan untuk kakak. Kakak harus melakukan ini demi negara kita, demi kota Bandung kita ini “ ,tegas abangku. Aku tak bisa berkata apa- apa lagi, keputusan abangku sudah bulat, hanya saja bulir- bulir air terus keluar membasahi pipiku. Aku hanya berharap abangku bisa kembali dengan selamat, mendo’akannya agar berhasil menjalankan misinya.

Siang, 17 Oktober 1945 pasukan sekutu mendarat di kota Bandung. abangku telah pergi sejak tadi pagi untuk menjalankan tugasnya. Sebulan telah berlalu sejak sekutu datang ke kota Bandung. Sudah sebulan pula abangku menjalankan tugasnya.

Pada 21 November 1945, sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi penduduk harus meninggalkan kota Bandung. Ketika mendengar itu dari abangku, aku bertanya “ bang Thoha, apa kita akan meninggalkan kota Bandung ? “ tayaku. “ tidak Fatma, abang bersama pejuang lainnya sepakat tidak akan meninggalkan kota Bandung, kami akan bertempur.” Jawab abangku. “ Kalau seperti itu keputusan abang, tidak apa- apa. Aku hanya ingin abang selamat dan kembali ke rumah”, pintaku pada Bang Thoha.

Pihak sekutu berang karena ultimatumnya tidak diindahkan. Pertempuran pun tak terelakkan antara sekutu dan pejuang Bandung. Itu terjadi selama beberapa bulan. Aku menunggu kepulangan abangku dengan rasa cemas. Tau akan seperti ini, aku akan melarang keras abangku untuk ikut ambil alih dalam pertempuran ini. Tapi apa daya, aku hanya bisa menangis dan menangis tanpa tau harus berbuat apa.

Sampai 24 Maret 1946, pertempuran terus terjadi. Sekutu kembali mengeluarkan ultimatumnya, dan pada saat itu, paginya sebelum abangku berangkat, dia berkata “ dek, hari ini kita akan membumihanguskan kota Bandung, kamu harus pergi sebelum itu terjadi “ pintanya padaku sambil memelukku erat. “ abang bagaimana?” tanyaku sambil memeluk Bang Thoha. Dengan lembut dia menjawab, “ kamu duluan aja pergi, abang nggak bisa ikut sama kamu”. Aku tidak terlalu memikirkan perkataan abangku dan langsung menjawab, “ baiklah, tapi nanti abang harus menyusulku”, pintaku. “ iya “, jawabnya padaku.

Setelah memelukku, dia pergi dengan mengucapkan kata selamat tinggal padaku. aku sudah bersiap- siap untuk pergi, aku meninggalkan semua kenanganku bersama ayah dan ibu di rumah itu. setelah membakar rumah kami, aku langsung pergi meninggalkan kota Bandung. Baru beberapa langkah hatiku tidak tenang meninggalkan kota ini, rasanya ada yang menjanggal di pikiranku. Tapi aku tidak menghiraukan hal tersebut, aku tetap melangkah ke depan.

Tak kusangka, orang yang mengorbankan nyawanya untuk membumihanguskan kota Bandung adalah abangku dan temannya Ramdan. Aku baru mendengar hal itu beberapa jam setelah kota Bandung hancur. Seketika itu juga, hatiku hancur serasa ditusuk ribuan jarum. Aku tak kuasa menahan tangis, berteriak memanggil nama abangku. Aku tidak menyangka bahwa hari ini adalah pertemuan terakhirku dengan abangku. Tapi apa, nasi sudah menjadi bubur.

Satu hal yang dapat kumengerti adalah abangku rela memberikan nyawanya untuk kota dan negara yang dicintainya. Aku bangga karena apa yang diinginkannya tercapai. Peristiwa ini akan selalu kukenang sampai akhir hayatku. Peristiwa pada bulan Maret 1946, dimana saat itu terukir sejarah yang mengharukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Soal- soal Sejarah tentang Orde Baru dan Reformasi

Tugas Sejarah 1.                    orde baru 2.                    reformasi Oleh Kelompok 3 1.    Ali Akbar 2.   Hi...